Table of contents: [Hide] [Show]
    Majalahglobal.com, Mojokerto – Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jatim, H. Suwandy Firdaus, S.E., S.H., M. Hum. merasa perlu adanya perubahan dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

    Hal ini mengacu kepada temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) tentang adanya 355 Kepala Daerah yang terjerat korupsi sejak 2010. Hal ini membuktikan bahwa politik uang itu sangat berbahaya karena bisa memicu korupsi.

    Ia menerangkan, salah satu yang menjadi faktor terjadinya korupsi adalah biaya politik yang begitu tinggi dalam tiap kontestasi Pilkada.

    “Saya juga menjabat sebagai Ketua DPD NasDem Kabupaten Mojokerto. Tentu saya juga berupaya untuk mencegah praktik korupsi dilakukan oleh Kepala Daerah sejak dari proses kandidasi,” ungkap H. Suwandy, Rabu (15/5/2024) di Kantor DPD NasDem Kabupaten Mojokerto.

    Dijelaskannya, proses kandidasi di Partai NasDem mempunyai dua kelebihan.

    “Yang pertama, pendaftaran yang tidak berbayar. Dan yang kedua, tanpa mahar. Tapi itu baru sebagian ikhtiar untuk tidak terjadi high cost politic,” ujar H. Suwandy.

    Anggota DPRD dari Dapil Jatim Mojokerto – Jombang ini juga menilai bahwa ikhtiar itu tidak cukup. Kolaborasi Aparat Penegak Hukum (APH) juga perlu ditingkatkan.

    “Utamanya dalam bidang pencegahan dengan memperkuat sistem peringatan dini kepada Kepala Daerah sehingga mereka tidak bertindak korupsi selama memimpin daerah masing-masing,” pesan H. Suwandy.

    Selain itu, ia juga menyayangkan banyak masyarakat yang justru cenderung bersifat terbuka terhadap praktik politik uang dari para kandidat Kepala Daerah.

    “Pencegahan korupsi oleh Kepala Daerah itu merupakan tanggung jawab semua pihak, bukan hanya partai politik,” tegas H. Suwandy.

    Ia mengajak semua elemen untuk membongkar akar politik biaya tinggi, salah satunya membuka mata atas praktik pendonasian dari pengusaha yang dibuat lebih transparan dan akuntabel.

    “Kemandirian (partai politik) juga ketika iuran anggota jalan. Di kita serba nanggung, subsidi negara kecil, sumbangan dibatasi. Sehingga yang ada satu sama lain kucing-kucingan dan cenderung hipokrasi,” tutup H. Suwandy. (Jay/Adv)

    Leave a Comment

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    Iklan